Minggu, 11 Oktober 2020

BAGAIMANAKAH KEKUATAN HUKUM ATAS BUKTI ELEKTRONIK DI INDONESIA? APAKAH KORESPONDENSI MELALUI EMAIL, FILE REKAMAN ATAS CHATTING DLL DAPAT MENJADI BUKTI?

 

Sumber: celebrity.okezone.com

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) memberikan dasar hukum mengenai kekuatan hukum alat bukti elektronik dan syarat formil dan materil alat bukti elektronik agar dapat diterima di persidangan.

Apakah Alat Bukti Elektronik itu? Alat Bukti Elektronik ialah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memenuhi persyaratan formil dan persyaratan materil yang diatur dalam UU ITE.

Pasal 5 ayat (1) UU ITE mengatur bahwa Informasi Eletkronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

Yang dimaksud dengan Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. (Pasal 1 butir 1 UU ITE).

Sedangkan yang dimaksud dengan Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. (Pasal 1 butir 4 UU ITE)

Pada prinsipnya Informasi Elektronik dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari Dokumen Elektronik. Informasi Elektronik adalah data atau kumpulan data dalam berbagai bentuk, sedangkan Dokumen Elektronik adalah wadah atau "bungkus" dari Informasi Elektronik. Misalnya jika kita berbicara tentang file musik berupa mp3 maka semua informasi atau musik yang keluar dari file tersebut adalah Informasi Elektronik, sedangkan Dokumen Elektronik dari file tersebut adalah mp3.

Pasal 5 ayat (1) UU ITE dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama, Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik. Kedua, hasil cetak Informasi Elektronik dan / atau hasil cetak Dokumen Elektronik. (Sitompul, 2012)

Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik yang akan menjadi Alat Bukti Elektronik (Digital Evidence). Sedangkan hasil cetak Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik akan menjadi alat bukti surat.

Pasal 5 ayat (2) UU ITE mengatur bahwa Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik dan / atau hasil cetakannya merupakan perluasan dari alat bukti hukum yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

Yang dimaksud dengan pemekaran di sini harus terkait dengan jenis alat bukti yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU ITE. Perluasan di sini berarti: (Sitompul, 2012)

-           Menambahkan alat bukti yang telah diatur dalam hukum acara pidana di Indonesia, misalnya KUHAP. Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik sebagai Alat Bukti Elektronik menambah jenis alat bukti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

-           Memperluas ruang lingkup alat bukti yang telah diatur dalam hukum acara pidana di Indonesia, misalnya dalam KUHAP. Hasil cetak Informasi atau Dokumen Elektronik merupakan alat bukti dokumen yang diatur dalam KUHAP.

Perluasan alat bukti yang diatur dalam KUHAP sebenarnya telah diatur dalam berbagai undang-undang yang tersebar. Misalnya UU Dokumen Perusahaan, UU Terorisme, UU Pemberantasan Korupsi, UU Pencucian Uang. UU ITE menegaskan bahwa dalam semua hukum acara yang berlaku di Indonesia, Informasi dan Dokumen Elektronik beserta hasil cetaknya dapat digunakan sebagai alat bukti hukum. (Sitompul, 2012).

Bagaimana Informasi dan Dokumen Elektronik dapat digunakan sebagai alat bukti hukum yang sah? UU ITE mengatur bahwa ada persyaratan formal dan material yang harus dipenuhi.

Syarat formil diatur dalam Pasal 5 ayat (4) UU ITE, yaitu Informasi atau Dokumen Elektronik bukanlah dokumen atau surat yang menurut peraturan perundang-undangan harus berbentuk tertulis. Sedangkan syarat materril diatur dalam Pasal 6, Pasal 15, dan Pasal 16 UU ITE yang pada hakikatnya Informasi dan Dokumen Elektronik harus dijamin keaslian, integritas, dan ketersediaannya. Untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan material yang dimaksud, dalam banyak hal dibutuhkan forensik digital. (Sitompul, 2012)

Dengan demikian, e-mail, file rekaman chatting, dan berbagai dokumen elektronik lainnya dapat dijadikan bukti yang sah. Dalam beberapa putusan pengadilan terdapat putusan yang membahas tentang posisi dan pengakuan alat bukti elektronik yang dihadirkan di persidangan

Demikian.


Daftar Pustaka:

Peraturan Perundang-undangan:

- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan;

- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001;

- Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan PeraturanPemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang;

- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;

- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencagahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

 

Buku

Sitompul, Josua. 2012. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw : Tinjauan Aspek Hukum Pidana, Tatanusa, Jakarta.

 

Tulisan ini disadur dari :

Hukumonline.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar