![]() |
| Sumber: celebrity.okezone.com |
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU
ITE”) memberikan dasar hukum mengenai kekuatan hukum alat bukti elektronik dan
syarat formil dan materil alat bukti elektronik agar dapat diterima di
persidangan.
Apakah Alat Bukti Elektronik
itu? Alat Bukti Elektronik ialah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memenuhi persyaratan formil dan persyaratan materil yang diatur
dalam UU ITE.
Pasal 5 ayat (1) UU ITE
mengatur bahwa Informasi Eletkronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
Yang dimaksud dengan
Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk
tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto,
electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya. (Pasal 1 butir 1 UU ITE).
Sedangkan yang dimaksud dengan
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,
elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,
dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
(Pasal 1 butir 4 UU ITE)
Pada prinsipnya Informasi
Elektronik dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari Dokumen
Elektronik. Informasi Elektronik adalah data atau kumpulan data dalam berbagai
bentuk, sedangkan Dokumen Elektronik adalah wadah atau "bungkus" dari
Informasi Elektronik. Misalnya jika kita berbicara tentang file musik berupa
mp3 maka semua informasi atau musik yang keluar dari file tersebut adalah
Informasi Elektronik, sedangkan Dokumen Elektronik dari file tersebut adalah
mp3.
Pasal 5 ayat (1) UU ITE
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama, Informasi Elektronik dan /
atau Dokumen Elektronik. Kedua, hasil cetak Informasi Elektronik dan / atau
hasil cetak Dokumen Elektronik. (Sitompul, 2012)
Informasi Elektronik dan
Dokumen Elektronik yang akan menjadi Alat Bukti Elektronik (Digital Evidence).
Sedangkan hasil cetak Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik akan menjadi
alat bukti surat.
Pasal 5 ayat (2) UU ITE
mengatur bahwa Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik dan / atau
hasil cetakannya merupakan perluasan dari alat bukti hukum yang sah sesuai
dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.
Yang dimaksud dengan
pemekaran di sini harus terkait dengan jenis alat bukti yang diatur dalam Pasal
5 ayat (1) UU ITE. Perluasan di sini berarti: (Sitompul, 2012)
- Menambahkan alat bukti yang telah diatur dalam hukum acara
pidana di Indonesia, misalnya KUHAP. Informasi Elektronik dan / atau Dokumen
Elektronik sebagai Alat Bukti Elektronik menambah jenis alat bukti yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
- Memperluas ruang lingkup alat bukti yang telah diatur
dalam hukum acara pidana di Indonesia, misalnya dalam KUHAP. Hasil cetak
Informasi atau Dokumen Elektronik merupakan alat bukti dokumen yang diatur
dalam KUHAP.
Perluasan alat bukti yang
diatur dalam KUHAP sebenarnya telah diatur dalam berbagai undang-undang yang
tersebar. Misalnya UU Dokumen Perusahaan, UU Terorisme, UU Pemberantasan
Korupsi, UU Pencucian Uang. UU ITE menegaskan bahwa dalam semua hukum acara
yang berlaku di Indonesia, Informasi dan Dokumen Elektronik beserta hasil
cetaknya dapat digunakan sebagai alat bukti hukum. (Sitompul, 2012).
Bagaimana Informasi dan
Dokumen Elektronik dapat digunakan sebagai alat bukti hukum yang sah? UU ITE
mengatur bahwa ada persyaratan formal dan material yang harus dipenuhi.
Syarat formil diatur dalam
Pasal 5 ayat (4) UU ITE, yaitu Informasi atau Dokumen Elektronik bukanlah
dokumen atau surat yang menurut peraturan perundang-undangan harus berbentuk
tertulis. Sedangkan syarat materril diatur dalam Pasal 6, Pasal 15, dan Pasal
16 UU ITE yang pada hakikatnya Informasi dan Dokumen Elektronik harus dijamin
keaslian, integritas, dan ketersediaannya. Untuk memastikan terpenuhinya
kebutuhan material yang dimaksud, dalam banyak hal dibutuhkan forensik digital.
(Sitompul, 2012)
Dengan demikian, e-mail, file rekaman chatting, dan berbagai
dokumen elektronik lainnya dapat dijadikan bukti yang sah. Dalam beberapa
putusan pengadilan terdapat putusan yang membahas tentang posisi dan pengakuan
alat bukti elektronik yang dihadirkan di persidangan
Demikian.
Daftar Pustaka:
Peraturan Perundang-undangan:
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan;
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001;
- Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan PeraturanPemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang;
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencagahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Buku
Sitompul,
Josua. 2012. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw : Tinjauan Aspek Hukum Pidana,
Tatanusa, Jakarta.
Tulisan
ini disadur dari :

Tidak ada komentar:
Posting Komentar